Mengenal Sistem Jaminan Halal
Hargapabrik.id - Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan sistem manajemen terintegrasi yang disusun, diterapkan dan dipelihara untuk mengatur bahan, proses produksi, produk, sumber daya manusia dan prosedur dalam rangka menjaga kesinambungan proses produksi halal sesuai dengan persyaratan LPPOM MUI.
Baca juga : Asal-Usul Makanan Cepat Saji
Sejak diterbitkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, sertifikasi halal menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk perlindungan terhadap warga negara yang menjadi konsumen sebagaimana yang diamanatkan oleh perundang-undangan. Adapun standar yang diberlakukan untuk menjamin kehalalan sebuah produk adalah HAS 23000. Standar ini ditetapkan oleh LPPOM MUI dan mengatur beberapa aspek dari hulu ke hilir yang harus dipenuhi sebuah perusahaan untuk dapat dinyatakan bahwa produknya halal. Beberapa aspek dari hulu ke hilir yang terdapat di dalam standar HAS 23000 dikenal dengan istilah kriteria jaminan halal.
Peraturan Perundangan Di Indonesia yang Mengatur Tentang Produk Halal :
1. KMA No. 518 tahun 2001 tentang Pedoman & TataCara Pemeriksaan & Penetapan Pangan Halal
2. KMA No. 519 tahun 2001 tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal menunjuk MUI sebagai Lembaga Pelaksana Pemeriksaan Pangan Halal yang memiliki otoritas keulamaan
3. UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan
4. UU No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan ProdukHalal
Baca juga : Simak Perbedaan Susu UHT, Susu Pasteurisasi dan Susu Formula
MUI melalui LPPOM menetapkan syarat yang menjadi standar sebuah produk dinyatakan halal. Berikut 11 kriteria jaminan halal dalam Standar HAS 23000 LPPOM MUI sebagai berikut :
11 Kriteria Sistem Jaminan Halal
1. Kebijakan Halal
Kebijakan Halal merupakan komitmen yang dibuat oleh perusahaan secara tertulis untuk menghasilkan produk halal secara konsisten. Dalam praktiknya, Manajemen Puncak perusahaan adalah pihak yang menetapkan Kebijakan Halal dan harus mensosialisasikannya kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan.
2. Tim Manajemen Halal
Tim Manajemen Halal merupakan sekelompok orang yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, implementasi, evaluasi, dan perbaikan sistem jaminan halal dalam perusahaan. Manajemen Puncak adalah pihak yang berkewajiban menetapkan Tim Manajemen Halal yang disertai bukti tertulis dan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh Tim Manajemen Halal. Selain itu, Manajemen Puncak juga wajib menguraikan secara jelas apa saja yang menjadi tanggung jawab, tugas, dan wewenang Tim Manajemen Halal.
3. Pelatihan
Pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan dengan maksud meningkatkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude) sehingga dapat mencapai tingkat kompetensi yang diharapkan. Perusahaan wajib mempunyai prosedur pelaksanaan pelatihan yang dibuat secara tertulis. Adapun frekeunsi pelatihan adalah setidaknya diikuti sekali dalam dua tahun untuk pelatihan eksternal dan setidaknya dilakukan sekali dalam satu tahun untuk pelatihan internal.
4. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi produk yang disertifikasi tidak boleh berasal dari bahan haram atau najis. Adapun yang dimaksud bahan mencakup:
a. bahan baku (raw material), yakni bahan utama yang digunakan untuk menghasilkan produk;
b. bahan tambahan (additive), yakni bahan tambahan yang digunakan untuk meningkatkan sifat produk;
c. bahan penolong (processing aid), yakni bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi, tetapi tidak termasuk dalam komposisi produk (ingredient);
d. kemasan yang kontak langsung dengan bahan dan produk;
e. pelumas/greases yang digunakan untuk mesin dan boleh jadi mengalami kontak langsung dengan bahan maupun produk;
f. sanitizer dan bahan pembersih yang digunakan untuk keperluan sanitasi fasilitas atau peralatan yang menangani bahan dan produk; dan
g. media validasi hasil pencucian yang mengalami kontak langsung dengan produk.
Bahan dikelompokkan menjadi dua, yakni bahan tidak kritis (bahan-bahan yang termuat di dalam Daftar Bahan Positif Halal) dan bahan kritis (bahan-bahan yang tidak termasuk di dalam Daftar Bahan Positif Halal). Apabila menggunakan bahan kritis, maka perusahaan wajib melengkapinya dengan dokumen pendukung yang cukup.
5. Fasilitas Produksi
Fasilitas produksi mencakup seluruh bangunan, ruangan, mesin, peralatan utama, dan peralatan pembantu yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk. Adapun tiga jenis fasilitas produksi dalam 11 kriteria jaminan halal yang perlu mendapat atensi khusus adalah industri olahan pangan, obat, dan kosmetik, Rumah Pemotongan Hewan (RPH), dan dapur/katering/restoran.
3 Jenis Fasilitas Produksi
Industri Olahan Pangan, Obat-Obatan, dan Kosmetika
• Pabrik tempat produksi harus didaftarkan, baik milik sendiri maupun sewa dari pihak lain.
• Produksi dapat dilakukan di fasilitas khusus produk halal (halal dedicated facility) maupun sharing facility.
• Jika produksi dilakukan di sharing facility, maka seluruh fasilitas yang kontak langsung dengan bahan atau produk harus bebas dari bahan babi dan turunannya.
• Jika produksi dilakukan di sharing facility, maka perusahaan wajib menjamin fasilitas dibersihkan terlebih dahulu saat pergantian produksi dari produksi produk yang tidak disertifikasi ke produksi produk yang disertifikasi.
Rumah Potong Hewan
• RPH khusus untuk produksi daging hewan halal alias harus bersifat halal dedicated facility.
• RPH harus terpisah dari RPH maupun peternakan babi, termasuk di antaranya tidak dalam satu lokasi sama, tidak bersebelahan, berjarak minimal 5 km, dan tidak ada kontaminasi silang dengan RPH maupun peternakan babi.
• Apabila proses deboning dilakukan di luar RPH, maka karkas harus hanya berasal dari RPH halal.
• Alat penyembelih, baik manual maupun mekanik, harus memenuhi persyaratan penyembelihan halal.
Baca juga : Cara Mendaftar Sertifikasi Halal
Dapur/Katering/Restoran
• Seluruh dapur, gudang, maupun outlet untuk menghasilkan produk harus didaftarkan, baik milik sendiri maupun sewa dari pihak lain.
• Outlet restoran, fasilitas pendingin, dan alat transportasi daging berikut produk olahannya harus bersifat halal dedicated facility.
• Fasilitas selain outlet restoran, fasilitas pendingin, dan alat transportasi daging berikut produk olahannya boleh bersifat sharing facility, tetapi fasilitas tersebut harus bebas babi.
6. Produk
Perusahaan harus memberi nama produk sesuai dengan panduan penamaan produk yang ditetapkan. Selain itu, produk tidak boleh:
• mempunyai kecenderungan atau kemiripan bau maupun rasa yang mengarah pada produk haram; dan
• menggunakan bentuk produk, bentuk kemasan, maupun label yang menggambarkan sifat vulgar, erotis, maupun porno.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Aktivitas kritis merupakan seluruh aktivitas yang dapat memberi pengaruh terhadap kehalalan sebuah produk. Perusahaan pun harus memiliki prosedur tertulis tentang pelaksanaan aktivitas kritis yang dimaksud.
Beberapa kegiatan yang termasuk dalam aktivitas fisik adalah penggunaan bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan, formulasi dan pengembangan produk, produksi, sanitasi fasilitas produksi, penyimpanan bahan dan produk, dan transportasi bahan dan produk.
8. Kemampuan Telusur
Perusahaan wajib memiliki prosedur tertulis yang menjamin kemampuan telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan dan memenuhi proses produksi (termasuk fasilitas yang digunakan) sesuai kriteria yang telah ditetapkan.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Perusahaan wajib mempunyai prosedur tertulis tentang penanganan produk yang tidak memenuhi kriteria. Produk tersebut tidak boleh dijual ke konsumen dan harus dimusnahkan. Apabila produk sudah terlanjur dijual, maka produk harus ditarik.
10. Audit Internal
Audit internal dilakukan setidak-tidaknya sebanyak dua kali dalam satu tahun oleh auditor internal yang independen dan kompeten. Hasil audit internal disampaikan ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan secara berkala. Apabila ditemukan hal-hal yang tidak memenuhi kriteria, maka perusahaan wajib mengidentifikasi akar penyebab serta melakukan perbaikannya dengan target waktu yang jelas. Perusahaan juga wajib memiliki prosedur tertulis audit internal pelaksanaan JPH.
11. Kaji Ulang Manajemen
Manajemen Puncak atau wakil yang ditunjuk wajib melakukan kaji ulang manajemen setidaknya setahun sekali. Kaji ulang manajemen dimaksudkan untuk menilai efektivitas penerapan sistem jaminan halal dalam perusahaan tersebut berikut merumuskan perbaikan berkelanjutan. Selain itu, perusahaan juga harus menyiapkan prosedur kaji ulang manajemen yang dibuat secara tertulis.
Baca juga : 5 Macam Jenis Teh yang Jarang Orang Tahu
Leave your comment
Note: HTML is not translated!