Prosedur Likuidasi Perseroan Terbatas
hargapabrik.id - Pembubaran suatu Perseroan itu sendiri dapat terjadi karena (Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas – “UU 40/2007”):
a.Berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
b.karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir;
c.berdasarkan penetapan pengadilan;
d.dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;
e.karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau
f.dikarenakan dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Apa itu Perusahaan Plat Merah ?
Berdasarkan alasan-alasan pembubaran di atas, kami berasumsi bahwa pembubaran perusahaan dalam permasalahan Anda dilakukan berdasarkan keputusan RUPS.
Perlu Anda ketahui bahwa berdasarkan Pasal 142 ayat (2) UU 40/2007, pembubaran wajib diikuti dengan likuidasi.
Likuidasi adalah proses pengurusan dan pemberesan aktiva dan pasiva dari suatu perusahaan yang penanganannya dilakukan oleh kurator (jika dalam proses Hukum Kepailitan) atau likuidator (di luar lingkup Hukum Kepailitan) yang akhir dari pemberesan tersebut digunakan untuk pembayaran utang dari debitor kepada para kreditor-kreditonya.
Dalam hal syarat pembubaran perusahaan telah terpenuhi, maka proses likuidasi diawali dengan ditunjuknya seorang atau lebih likuidator.
Jika tidak ditentukan likuidator dalam proses likuidasi tersebut maka direksi bertindak sebagai likuidator (Pasal 142 ayat (3) UU 40/2007).
Dalam praktiknya likuidator yang ditunjuk bisa orang profesional yang ahli di bidangnya (dalam arti seseorang di luar struktur manajemen perusahaan), namun banyak juga likuidator yang ditunjuk adalah direksi dari perusahaan tersebut.
Dalam melakukan tugasnya likuidator diberikan kewenangan luas termasuk membentuk tim likuidator dan menunjuk konsultan-konsultan lainnya guna membantu proses likuidasi.
Baca juga: Risiko Hukum Dalam Jabatan Direksi
Prosedur likuidasi dalam UU 40/2007 diatur dalam Pasal 142 – 152 UU 40/07 khususnya Pasal 147 s/d 152 UU 40/07, dimana saya membagi tahapan proses likuidasi tersebut menjadi tiga tahapan:
1. Tahap Pertama:
Melakukan pengumuman surat kabar dan Berita Negara Indonesia (“BNRI”) dilanjutkan dengan pemberitahuan kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar perseroan bahwa perseroan dalam likuidasi (pemberitahuan kepada Menteri ini dilakukan Notaris melalui sisminbakum).
Dalam pengumuman tersebut diterangkan mengenai dasar hukum pembubaran, tata cara pengajuan tagihan, jangka waktu pengajuan tagihan dan juga nama dan alamat likuidator.
Sejalan dengan itu, likuidator juga melakukan pencatatan terhadap harta-harta dari perusahan (aktiva dan pasiva) termasuk di dalamnya pencatatan nama-nama dari kreditor berserta tingkatannya dan hal lainnya terkait tindakan pengurusan dalam proses likuidasi (Pasal 147 UU 40/2007).
Perlu diingat dalam korespondensi keluar atas nama Perseroan ini harus menambahkan frasa “dalam likuidasi” di belakang nama Perseroan yang dilikuidasi (ex: PT A dalam likuidasi) (Pasal 143 ayat (2) UU 40/2007)
2. Tahap Kedua:
Melakukan pengumuman surat kabar dan BNRI, dalam pengumuman kedua ini likuidator juga wajib memberitahukan kepada Menteri tentang rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi (laporan ini dilakukan oleh likuidator dengan cara memberitahukan dengan surat tercatat kepada Menteri terkait) (Pasal 149 ayat (1) UU 40/2007).
Setelah lewat waktu 90 hari pengumuman kedua ini maka likuidator dapat melakukan pemberesan dengan menjual aset yang sebelumnya sudah dinilai dengan jasa penilai independen dilanjutkan dengan melakukan pembagian atas aset tersebut kepada para kreditornya dengan dengan asas pari passu pro rata parte (vide 1131 jo. 1132 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
Dan dalam hal masih adanya sisa kekayaan dari hasil likuidasi maka sisa tersebut harus dikembalikan kepada para pemegang saham.
3. Tahap Ketiga dan Terakhir:
Melakukan RUPS tentang pertanggungjawaban proses likuidasi yang sudah dilakukan (Pasal 152 ayat (1) UU 40/2007). Dalam hal RUPS menerima pertanggungjawaban proses likuidasi yang sudah dilakukan maka dilanjutkan dengan pengumuman kepada surat kabar yang kemudian disusul dengan pemberitahuan kepada Menteri bahwa proses likudasi sudah berakhir (pemberitahuan kepada Menteri ini dilakukan Notaris melalui sisminbakum) (Pasal 152 ayat (3) UU 40/2007).
Dalam hal sudah dilakukan pengumuman tersebut maka Menteri akan mencatat berakhirnya status badan hukum perseroan dan menghapus nama perseroan dari daftar perseroan yang diikuti dengan pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 152 ayat (5) jo. Pasal 152 ayat (8) UU 40/2007).
Jadi pada dasarnya, dalam hal pembubaran perseroan berdasarkan keputusan RUPS, likuidator ditentukan oleh RUPS.
Dalam hal likuidator tidak ditentukan oleh RUPS, Direksi yang akan bertindak selaku likuidator.
Baca juga: Batas Kewenangan Direksi dalam Penjualan Aset Perusahaan
Leave your comment
Note: HTML is not translated!